Laman

30 September 2008

Candi Surowono Pendharmaan Wengker


Candi Surowono, merupakan salah satu candi peninggalan jaman Mojopahit yang terletak di desa Canggu, kecamatan Pare, kabupaten Kediri, Jawa Timur. Tepatnya -7º44.76' dan 112º1307'.


Candi Surowono merupakan candi pendharmaan raja Bhre Wengker yang mangkat pada tahun 1388 M dan didharmakan di Curabhana.
Candi ini diperkirakan didirikan 12 tahun setelah raja mangkat pada tahun 1400 M.


Pada keempat sisi candi terdapat 4 relief raksasa (gana) yang menyunggi/mendukung Prasawyapatha. Pada masing-masing sisi terdapat panil relief.

Tegowangi sebuah Candi Pendharmaan Raja



Candi Tegowangi, menurut kitab Pararaton, candi ini merupakan tempat pendharmaan Bhre Matahun, sedangkan dalam kitab Negarakertagama, dijelaskan bahwa Bhre Matahun meninggal pada 1310 C atau 1388 M. Maka diperkirakan candi ini dibuat pada tahun 1400 M pada masa kerajaan Majapahit, karena pendharmaan raja dilakukan 12 tahun setelah raja meninggal dengan upacara srada.


Secara Administratif, candi Tegowangi terletak di desa Tegowangi, Kecamatan Plemahan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Pada bagian kaki berlipat dan berhias.
Tiap sisi kaki candi ditemukan tiga panil tengah dengan raksasa (Gana) duduk mendukung bangunan candi. Diatas terdapat tonjolan-tonjolan berukir melingkar kaki candi.
Bagian atas terdapat sisi Genta yang berhias.

17 September 2008

Sayuran Pare dan Manfaatnya



Pare atau nama lain paria, merupakan salah satu buah sayuran yang memiliki bentuk panjang dengan kulit kasar seperti tetesan lilin dengan rasa pahit.
Tidak semua menyukai sayuran ini, mungkin karena rasa pahitnya.
Tetapi dibalik rasa pahit yang terkandung didalamnya tenyata tersimpan sejuta manfaat untuk kesehatan dan dapat menyembuhkan berbagai penyakit.

Diabetes atau penyakit gula darah, merupakan salah satu penyakit yang sekarang tidak hanya menyerang kelompok usia baya dan tua, melainkan anak, remaja dan warga yang kurang mampupun, lantaran karena kurang gerak dan menu yang kebarat-baratan.
Beberapa Negara berkembang menyingkap buah pahit yang dimiliki Pare atau paria ini dapat berefek menurunkan kadar gula dalam darah pada kelinci percobaan yang sehat maupun dibuat berpenyakit gula. Kemudian riset dipertegas bahwa zat berkhasiat pare sebagai antidiabetes.
Buah pare yang belum masak mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol (antioxidant kuat), serta glikosida cucurbitacin, momordicin, dan charantin.
Sebenarnya sejak tahun 1578 buah pare sudah dicatat sebagai salah satu obat china oleh Li.

Tapi hingga kini, belum ditentukan saberapa dosis yang tepat untuk dapat menurunkan gula dalam darah.
Pencegahan lebih baik daripada mengobati. Untuk itu mulailah saat ini mengkonsumsi sayuran pare, baik diolah maupun dilalap.

Akan tetapi, biji pare juga mengandung triterpenoid yang mempunyai aktivitas anti spermatozoa, sehingga penggunaan biji pare secara tradisional dengan maksud untuk mencegah AIDS dapat mengakibatkan infertilitas pada pria ((Girini MM, etal., 2005), (Naseem MZ, et al., 1998)). Dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi.

Konsumsi pare dalam jangka panjang, baik dalam bentuk jus, lalap atau sayur, dapat mematikan sperma, memicu impotensi, merusak buah zakar dan hormon pria, bahkan berpotensi merusak liver ((Basch E, et al., 2003), (Lord MJ, et al., 2003)).
Bagi wanita hamil, sebaiknya konsumsi pare dibatasi karena percobaan pada tikus menunjukkan pemberian jus pare menimbulkan keguguran.

Untuk mengurangi rasa pahit buah pare dapat dilakukan dengan merendam atau mencuci irisan buah pare pada air garam.

disadur dari beberapa sumber.

Punakawan



PUNAKAWAN adalah para pembantu dan pengasuh setia Pandawa.
Dalam wayang kulit, punakawan ini paling sering muncul dalam goro-goro, yaitu babak pertunjukan yang seringkali berisi lelucon maupun wejangan.

Punakawan sendiri terdiri dari Semar, Gareng, Petruk dan Bagong untuk versi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Versi Banyumas : Semarsemorodewo, Garengnolo, Petrukkanthong, Baworcarub.
Versi Jawa Barat : Semar, Astrajingga, Dawala dan Cepot
Versi Bali : Tualen, Merdah, Sangut dan Delem.
Walau nama beda tapi pada dasarnya tetap punakawan, yang selalu dibawakan dengan penuh lelucon gurauan oleh pada dalang maupun para pemeran di wayang orang.

Secara umum, Punakawan melambangkan orang kebanyakan.
Karakter Punakawan mengartikan bermacam-macam peran, seperti penghibur, pelawak, kritisi sosial maupun politik, badut bahkan sumber kebenaran dan kebijakan.
Para tokoh panakawan juga berfungsi sebagai pamomong (pengasuh), pamomong tidak hanya bagi pemirsanya tapi juga pamomong bagi semua tokoh pewayangan.
Pada dasarnya setiap manusia umumnya memerlukan pamomong, pengasuh, pembimbing, mengingat lemahnya manusia, hidup manusia selalu memerlukan orang lain maka disebut dengan makhluk sosial, orang lain yang dapat membantunya mengarahkan atau memberikan saran, pertimbangan maupun membimbing.
Karakter Punakawan sebenarnya muncul berdasarkan penuturan Puntadewa / Dharmakusuma (satu-satunya dari Pandawa yang memeluk Islam) kepada Sunan Kalijaga dalam komunikasi ghaib sesama aulia.

Dijelaskan juga bahwa selain Semar, para Punakawan yang dinyatakan sebagai anaknya (Gareng, Petruk dan Bagong) sebenarnya adalah dari bangsa Jin.
Tokoh Punakawan dimainkan dalam sesi goro-goro. Pada setiap permulaan permainan wayang biasanya tidak ada adegan kekerasan antara tokoh-tokohnya hingga lakon goro-goro dimainkan. Artinya adalah bahwa jalan kekerasan adalah alternatif terakhir.

Dalam Islam pun, setiap dakwah yang dilakukan harus menggunakan tahap-tahap yang sama. Lakon goro-goro pun menggambarkan atau membuka semua kesalahan, dari yang samar-samar menjadi kelihatan jelas sebagaimana sebuah doa: " Allahuma arinal haqa-haqa warzuknat tibaa wa’arinal bathila-bathila warzuknat tinaba", artinya: " Ya Allah tunjukilah yang benar kelihatan benar dan berilah kepadaku kekuatan untuk menjalankannya, dan tunjukillah yang salah kelihatan salah dan berilah kekuatan kepadaku untuk menghindarinya."

06 September 2008

MinakKoncar - Bukan Legenda



Dicintai Rakyat, Ikut Bendung Ekspansi Kerajaan Mataram
Bagi masyarakat Lumajang dan sekitarnya, nama Minak Koncar bukanlah nama yang asing. Nama diyakini berperan penting dalam sejarah berdirinya kabupaten Lumajang.

ABDULLAH ZAWAWI, Lumajang
---

Minak Koncar diriwayatkan memerintah Lumajang pada 1312 M dan meninggal pada tahun 1323 M. Minak Koncar merupakan anak kandung Arya Wiraraja dan saudara kandung Patih Nambi. Arya Wiraraja merupakan bangsawan Majapahit dari Sumenep Madura yang diberi tanah di Lumajang sebagai hadiah atas jasanya pada Raden Wijaya. Sedangkan Nambi, memerintah di Benteng Pejarakan atau di daerah yang kini termasuk Desa Pejarakan, Kecamatan Randuagung.

Minak Koncar yang juga dikenal dengan nama Nararyya Sminingrat atau juga Wisnuwardhana ini sendiri memerintah dengan pusatnya di Benteng Kutorenong (kini menjadi nama Desa Kutorenon) yang kini namanya terpeleset menjadi Biting di Desa Kutorenon, Kecamatan Sukodono.

Menurut Sahal, juru kunci kompleks pemakaman Minak Koncar, Lumajang dulu bernama Lamajang. Dan di tangan Minak Koncar Lumajang memegang peranan penting dalam salah satu pusat kekuatan politik yang diperhitungkan di masanya. Lumajang bersama kerajaan di Jawa Timur lainnya ikut dalam usaha membendung ekspansi kekuasaan kerajaan Mataram.

Semasa pemerintahan Minak Koncar, Lumajang menjadi daerah yang aman dan tenteram. Watak pengasih dan bijaksana membuatnya sangat dicintai rakyat. Selain dikenal bijak, Minak Koncar dikenal sakti. Dia memiliki kuda sakti bernama Kuda Sembrani.

Kabarnya, kuda tersebut bisa terbang. Dan yang bisa menugganginya hanya Prabu Minak Koncar. Jika Minak Koncar membutuhkan Sembrani, dia akan memanggilnya dan sang kuda akan terbang menuju Benteng Kutorenong. "Hingga saat ini, setiap malam Jumat Legi, kuda sembrani dengan kereta kencananya jalan dari Gunung Tambu ke Benteng," ujarnya.

Selain itu, Minak Koncar pernah berperang melawan Minakjinggo, (masih sepupu Minak Koncar) dari Kerajaan Blambangan (Banyuwangi). "Dalam perang itu, Ranggalawe, adipati Tuban pertama yang masih paman Minak Koncar tewas terbunuh. Akhirnya yang mengalahkan adalah Damarwulan," jelasnya.

Namun, sejak Majapahit diperintah oleh Hayam Wuruk yang berusaha menguasai Nusantara, kerajaan Lamajang diobok-obok yang berakhir dengan tewasnya Nambi beserta seluruh keluarganya pada sekitar tahun 1316. "Mbah Minak Koncar sendiri meninggal pada tahun 1323 karena sudah sepuh," tuturnya. Sejak meninggalnya Minak Koncar, tak ada penerusnya lagi, Benteng Kutorenong jatuh ke tangan Hayam Wuruk.

Setelah meninggal, Minak Koncar dimakamkan tak jauh dari bentengnya. Kini, makam Minak Koncar menjadi pemakaman umum di Dusun Biting. Kendati kondisinya masih bersih dan terawat tapi terkesan ala kadarnya. Makam Minak Koncar merupakan yang paling besar dan terletak di posisi paling timur dengan cat merah. Di sebelah baratnya, di luar pagar, terdapat makam lain bercat merah yang dikenal sebagai makam Patih Lohgender yang semasa hidupnya merupakan tangan kanan Minak Koncar.

Di sebelah baratnya lagi, ada makam serupa yang dikenal sebagai makam Putri Kenconowungu yang merupakan orang kepercayaan Raden Wijaya, pendiri Majapahit yang mengabdi pada Minak Koncar. Di barat makam Kenconowungu, terdapat pohon kuni yang sudah sangat tua. Pohon ini kabarnya merupakan tongkat Syekh Abdurrahman, guru Minak Koncar yang makamnya terletak di sebelah barat pohon.

Syekh Abdurrahman adalah guru Minak Koncar yang datang dari Arab di masa pertengahan Minak Koncar memerintah dan menyebarkan Islam di Lumajang. Syekh Abdurrahman inilah yang berhasil membuat Minak Koncar menjadi penganut agama Islam. (*)

Seberkas Kota Lumajang



Tidak semua orang yang berwarga negara Indonesia mengenal daerah seluruh Indonesia.
Setiap orang bertanya, " bapak/mas .. berasal dari mana?" dengan tegas " Lumajang" .... ada yang berpikir Lumajang di Madura, Jawa tengah walah pokoknya geografinya jelek kali.
Kesimpulan, hampir semua orang tidak mengenal kota Lumajang.
Berangkat dari pemikiran tersebut, saya terlintas keinginan menyampaikan tentang Lumajang.
Hampir semua pecinta alam seluruh Indonesia yang pernah mendaki puncak Mahameru Semeru (3676 mdpl) menyatakan bahwa puncak tersebut berada di daerah Kabupaten Malang. Padahal secara geografis puncak Mahameru berada di kabupaten Lumajang.
Maka, saya ingin mendekatkan para netter dengan keberadaan, sejarah dan potensi wilayah kota Lumajang.

Dengan tumbuhnya pendekatan etnis tentang Lumajang, dinilai berada di kawasan Tapal Kuda dengan etnis dan budaya Madura yang dominan.

Lumajang Tempo Doeloe
Dalam perspektif kesejarahan, Lumajang pernah memainkan peran yang penting dan strategis baik dalam era kerajaan Kadiri maupun era kerajaan Majapahit.

Pada zaman kerajaan kediri (kadiri) lumajang berdiri sebagai sebuah kadipaten yang subur dan makmur gemah limpah loh jinawi yang menjadi daerah penyangga di wilayah timur, dan sebuah catatan prasasti mula malurung menegaskan keberadaan Lamajang alias Lumajang.

Prasasti Mula Manurung ditemukan pertama kali pada tahun 1975 di Kediri. Prasasti ini berangka 1977 tahun Saka, yang terdiri dari 12 lempengan tembaga .
Pada lempengan VII halaman a baris 1 - 3 menyebutkan " Sira Nararyya Sminingrat, pinralista juru Lamajang pinasangaken jagat palaku, ngkaneng nagara Lamajang " yang artinya : Beliau Nararyya Sminingrat ( Wisnuwardhana ) ditetapkan menjadi juru di Lamajang diangkat menjadi pelindung dunia di Negara Lamajang tahun 1177 Saka, setelah diadakan penghitungan kalender kuno maka diperoleh tanggal 14 Dulkaidah 1165 atau tanggal 15 Desember 1255 M. Maka setiap tanggal 15 Desember diperingati Hari Jadi Kota Lumajang atau biasa dikenal HARJALU.

Kerajaan Majapahit yang tumbuh pada tahun 1400 Masehi dibawah kepempinan Raden Wijaya merupakan buah perjuangan beberapa pemimpin tanah jawa. Seperti ronggolawe (adipati tuban), arya wiraraja (adipati sumenep) termasuk juga Pangeran Nambi. Mereka bersatu untuk menyamakan visi dan misi dalam cita-cita untuk membangun satu kerajaan besar, berdaulat, makmur dan jaya membawa nama harum nusantara hingga ke mancanegara.

Setelah Majapahit berdiri di puncak keemasannya justru intrik-intrik politik di lingkaran kekuasaan begitu besar sehingga lahirlah kemudian pemberontakan Ronggolawe, pemberontakan Sora dan pemberontakan Nambi.
Pemberontakan Patih Nambi tergolong pemberontakan terbesar dan dikenal pula sebagai Pemberontakan Lamajang. Patih Nambi yang merupakan putra adipati Lumajang dituding melakukan makar lantaran memilih berdiam di Lumajang pasca wafatnya sang ayah Nararyya Kirana. Untuk menghadapi superioritas pasukan majapahit Nambi membuat benteng pertahanan (biting) dan mengerahkan prajurit-prajurit lumajang yang terbaik untuk mempertahankan kedaulatan Lumajang. Hingga saat ini benteng pertahanan biting masih tetap ada akan keberadaanya.
Pada saat itu Lumajang menjadi ajang pertempuran dan banjir darah hingga Nambi turut gugur dalam peristiwa itu.

Beberapa situs purbakala, prasasti bersejarah, dokumen kuno dan cagar budaya yang memiliki keterkaitan dengan sejarah perkembangan Lumajang seharusnya bisa menjadi titik awal untuk mempelajari dan menggali informasi mengenai Lumajang secara lebih utuh dan mendalam.

Prasasti yang tertulis 1182, berisikan bahwa raja Kameswara pernah melakukan perjalanan dari kerajaan Kadiri menuju Gunung Semeru.
Prasasti ini ditemukan didaerah Ranu Kumbolo, kaki gunung Semeru.

Beberapa prasasti lain yang ditemukan dengan berat 300 kg ditemukan di desa Kertosari Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang. Prasasti itu berisikan “ Kaya Bhumi Sasiku” tahun 1112 Saka atau 1191 Masehi.
Prasasti lain yang bertahun 1297 Saka atau 1375 M, berisikan Hayam Wuruk melakukan perjalanan ke Lumajang pada tahun 1281 Saka atau 1359 Masehi.
Begitu pula Prasasti Mungkir yang ditemukan di desa PasruJambe Kecamatan Senduro, tertuliskan tahun 1381 Saka atau 1495 Masehi, menyatakan Manusia Osing menuju Pasrujambe.

05 September 2008

Batara Semar



MAYA adalah sebuah cahaya hitam. Cahaya hitam tersebut untuk menyamarkan segala sesuatu.
Yang ada itu sesungguhnya tidak ada. Yang sesungguhnya ada, ternyata bukan. Yang bukan dikira iya. Yang wanter (bersemangat) hatinya, hilang kewanterane (semangatnya), sebab takut kalau keliru.
Maya, atau Ismaya, cahaya hitam, juga disebut SEMAR artinya tersamar, atau tidak jelas.
Di dalam cerita pewayangan, Semar adalah putra Sang Hyang Wisesa, ia diberi anugerah mustika manik astagina, yang mempunyai 8 daya, yaitu:
1. tidak pernah lapar
2. tidak pernah mengantuk
3. tidak pernah jatuh cinta
4. tidak pernah bersedih
5. tidak pernah merasa capek
6. tidak pernah menderita sakit
7. tidak pernah kepanasan
8. tidak pernah kedinginan
kedelapan daya tersebut diikat pada rambut yang ada di ubun-ubun atau kuncung. Semar atau Ismaya, diberi beberapa gelar yaitu; Batara Semar, Batara Ismaya, Batara Iswara, Batara Samara, Sanghyang Jagad Wungku, Sanghyang Jatiwasesa, Sanghyang Suryakanta. Ia diperintahkan untuk menguasai alam Sunyaruri, atau alam kosong, tidak diperkenankan menguasi manusia di alam dunia.

Di alam Sunyaruri, Batara Semar dijodohkan dengan Dewi Sanggani putri dari Sanghyang Hening. Dari hasil perkawinan mereka, lahirlah sepuluh anak, yaitu: Batara Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan, Batara Siwah, Batara Wrahaspati, Batara Yamadipati, Batara Surya, Batara Candra, Batara Kwera, Batara Tamburu, Batara Kamajaya dan Dewi Sarmanasiti. Anak sulung yang bernama Batara Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan mempunyai anak cebol, ipel-ipel dan berkulit hitam. Anak tersebut diberi nama Semarasanta dan diperintahkan turun di dunia, tinggal di padepokan Pujangkara. Semarasanta ditugaskan mengabdi kepada Resi Kanumanasa di Pertapaan Saptaarga.

Dikisahkan Munculnya Semarasanta di Pertapaan Saptaarga, diawali ketika Semarasanta dikejar oleh dua harimau, ia lari sampai ke Saptaarga dan ditolong oleh Resi Kanumanasa. Ke dua Harimau tersebut diruwat oleh Sang Resi dan ke duanya berubah menjadi bidadari yang cantik jelita. Yang tua bernama Dewi Kanestren dan yang muda bernama Dewi Retnawati. Dewi Kanestren diperistri oleh Semarasanta dan Dewi Retnawati menjadi istri Resi Kanumanasa. Mulai saat itu Semarasanta mengabdi di Saptaarga dan diberi sebutan Janggan Semarsanta.
Sebagai Pamong atau abdi, Janggan Semarasanta sangat setia kepada Bendara (tuan)nya. Ia selalu menganjurkan untuk menjalani laku prihatin dengan berpantang, berdoa, mengurangi tidur dan bertapa, agar mencapai kemuliaan. Banyak saran dan petuah hidup yang mengarah pada keutamaan dibisikan oleh tokoh ini. Sehingga hanya para Resi, Pendeta atau pun Ksatria yang kuat menjalani laku prihatin, mempunyai semangat pantang menyerah, rendah hati dan berperilaku mulia, yang kuat di emong oleh Janggan Semarasanta.
Dapat dikatakan bahwa Janggan Semarasanta merupakan rahmat yang tersembunyi. Siapa pun juga yang diikutinya, hidupnya akan mencapai puncak kesuksesan yang membawa kebahagiaqan abadi lahir batin. Dalam catatan kisah pewayangan, ada tujuh orang yang kuat di emong oleh Janggan Semarasanta, yaitu; Resi Manumanasa sampai enam keturunannya, Sakri, Sekutrem, Palasara, Abiyasa, Pandudewanata dan sampai Arjuna.
Jika sedang marah kepada para Dewa, Janggan Semarasanta katitisan oleh eyangnya yaitu Batara Semar.
Jika dilihat secara fisik, Semarasanta adalah seorang manusia cebol jelek dan hitam, namun sesungguhnya yang ada dibalik itu ia adalah pribadi dewa yang bernama Batara Semar atau Batara Ismaya.
Karena Batara Semar tidak diperbolehkan menguasai langsung alam dunia, maka ia memakai wadag Janggan Semarasanta sebagai media manitis (tinggal dan menyatu), sehingga akhirnya nama Semarasanta jarang disebut, ia lebih dikenal dengan nama Semar.
Seperti telah ditulis di atas, Semar atau Ismaya adalah penggambaran sesuatau yang tidak jelas tersamar.
Yang ada itu adalah Semarasanta, tetapi sesungguhnya Semarasanta tidak ada.
Yang sesungguhnya ada adalah Batara Semar, namun ia bukan Batara Semar, ia adalah manusia berbadan cebol,berkulit hitam yang bernama Semarasanta.
Memang benar, ia adalah Semarasanta, tetapi yang diperbuat bukan semata-mata perbuatan Semarasanta.
Jika sangat yakin bahwa ia Semarasanta, tiba-tiba berubah keyakinan bahwa ia adalah Batara Semar, dan akhirnya tidak yakin, karena takut keliru. Itulah sesuatu yang belum jelas, masih diSAMARkan, yang digambarkan pada seorang tokoh Semar.
SEMAR adalah sebuah misteri, rahasia Sang Pencipta. Rahasia tersebut akan disembunyikan kepada orang-orang yang egois, tamak, iri dengki, congkak dan tinggi hati, namun dibuka bagi orang-orang yang sabar, tulus, luhur budi dan rendah hati. Dan orang yang di anugerahi Sang Rahasia, atau SEMAR, hidupnya akan berhasil ke puncak kebahagiaan dan kemuliaan nan abadi.

Nawang Wulan

Wanita itu bernama NawangWulan


Jaka Tarub adalah seorang pemuda gagah yang memiliki kesaktian. Ia sering keluar masuk hutan untuk berburu maupun menimba ilmu. Ketika suatu hari di malam bulan purnama ia memasuki hutan, dari kejauhan ia mendengar sayup-sayup suara wanita yang sedang bercanda. Terdorong oleh rasa penasaran, Jaka Tarub berjalan mencari arah menuju suara-suara itu. Sampai akhirnya ia menemukan sebuah danau yang sangat indah di tengah hutan, beserta 7 orang wanita yang sangat cantik sedang mandi dan bercanda ria.

Dengan mengendap-ngendap, Jaka Tarub berjalan mendekat. Kemudian ia menemukan pakaian wanita-wanita tersebut yang tergeletak berserakan. Setelah memilih, ia mencuri salah satunya dan menyembunyikannya.

Beberapa saat pun berlalu dan para bidadari sudah hendak kembali ke khayangan. 6 dari mereka memakai pakaian dan kain mereka, lalu terbang ke langit malam. Barulah Jaka Tarub mengerti kalau wanita-wanita itu adalah para bidadari khayangan. Namun seorang bidadari tertinggal di danau. Karena kehilangan pakaiannya ia tidak bisa kembali ke langit dan kemudian menangis tersedu-sedu.

“Bila ada yang menemukan pakaian dan kainku, bila laki-laki akan kujadikan suami dan bila perempuan akan kujadikan saudara,” sumpah sang bidadari. Jaka Tarub kemudian menampakkan dirinya dan menghibur sang bidadari. Ia memberikan selembar kain untuk dipakai bidadari itu, namun tetap menyembunyikan pakaiannya supaya ia tak bisa terbang ke khayangan meninggalkannya. Sang bidadari kemudian memenuhi sumpahnya dan menikah dengan Jaka Tarub.

(Ada versi lain dimana Nawang Wulan tidak perlu bersumpah seperti itu. Ketika Nawang Wulan menangis di danau, Jaka Tarub langsung muncul dan menghiburnya, lalu ia menawarkan tempat tinggal untuk Nawang Wulan sampai kemudian akhirnya mereka menikah)

Nawang Wulan nama bidadari itu, sejak menikah dengannya Jaka Tarub hidup berkecukupan. Panennya melimpah dan lumbung selalu dipenuhi oleh padi tanpa pernah berkekurangan. Pakaian Nawang Wulan disembunyikan Jaka Tarub di dalam lumbung yang selalu penuh. Mereka pun dikaruniai seorang anak (bisa anak laki-laki atau anak perempuan, tergantung versi ceritanya) dan hidup berbahagia.

Namun setelah beberapa lama hidup berumah tangga, terusiklah rasa ingin tahu Jaka Tarub. Setiap hari ia dan keluarganya selalu makan nasi, namun lumbung selalu tidak pernah berkurang seolah tak ada padi yang dipakai untuk mereka makan.

Suatu hari Nawang Wulan hendak pergi ke sungai. Ia berpesan pada suaminya supaya menjaga api tungku di dapur, namun melarangnya untuk membuka tutup periuk (pada versi lain, Nawang Wulan bahkan melarang Jaka Tarub untuk masuk ke dapur). Jaka Tarub melakukan pesan istrinya, namun rasa penasaran yang sudah dipendamnya sejak lama akhirnya membuatnya melanggar larangan yang sudah dipesankan. Dibukanya tutup periuk dan di dalamnya ternyata hanya ada satu butir beras. Rupanya selama ini Nawang Wulan hanya membutuhkan sebutir beras untuk memenuhi kebutuhan nasi mereka sekeluarga dalam sehari.

Ketika Nawang Wulan pulang dan membuka tutup periuk, hanya ada sebutir beras di dalamnya. Marahlah Nawang Wulan karena suaminya telah melanggar larangannya, dan ia pun menjadi sedih karena sejak saat itu ia harus memasak nasi seperti manusia biasa. Ia harus bersusah payah menumbuk padi banyak-banyak menjadi beras sebelum kemudian menanaknya menjadi nasi.

Akibatnya karena dipakai terus menerus, lama kelamaan persediaan padi di lumbung Jaka Tarub semakin menyusut. Pelan tapi pasti, padi mereka semakin habis, sementara musim panen masih belum tiba.

Ketika suatu hari Nawang Wulan kembali mengambil padi untuk ditumbuk, dilihatnya seonggok kain yang tersembul di balik tumpukan padi. Ketika ditarik dan diperhatikan, teringatlah Nawang Wulan kalau itu adalah pakaian bidadarinya. “Rupanya selama ini Jaka Tarub yang menyembunyikan pakaianku. Dan karena isi lumbung terus berkurang pada akhirnya aku bisa menemukannya kembali. Ini pasti sudah menjadi kehendak Yang Di Atas,” pikirnya.

Nawang Wulan kemudian mengenakan pakaian bidadarinya dan mengambil kainnya. Ia lalu menemui Jaka Tarub untuk berpamitan dan memintanya merawat anak mereka baik-baik. Jaka Tarub memohon dengan sangat agar istrinya tidak meninggalkannya, namun sudah takdir Nawang Wulan untuk kembali ke khayangan dan berpisah dengannya. “Kenanglah aku ketika melihat bulan (NawangWulan). Aku akan menghiburmu dari atas sana,” kata Nawang Wulan. Ia pun kemudian terbang ke langit menuju khayangan, meninggalkan Jaka Tarub yang menangis dalam penyesalan.

Sumber :
Jaka Tarub dan Bidadari (Jawa Tengah) oleh Daniel Agus Maryanto, penerbit Grasindo.
Cerita Rakyat Dari Jawa Timur oleh Dwianto Setyawan, penerbit Grasindo.